Tautan-tautan Akses

Para Pemimpin Australia Bahas Kekerasan Berbasis Gender


Aksi unjuk rasa menentang kekerasan berbasis gender, di Melbourne, Australia, Minggu, 28 April 2024. (AUBC via AP)
Aksi unjuk rasa menentang kekerasan berbasis gender, di Melbourne, Australia, Minggu, 28 April 2024. (AUBC via AP)

Para pemimpin negara-negara bagian, wilayah dan pemerintah federal Australia, Rabu (1/5) melangsungkan pertemuan untuk melawan kekerasan berbasis gender. Perdana Menteri Anthony Albanese menggambarkan kekerasan terhadap perempuan di Australia sebagai “epidemi.” 

Para aktivis perempuan menilai kekerasan berbasis gender di Australia harus dinyatakan sebagai keadaan darurat nasional. Pemerintah Canberra mengatakan berdasarkan statistik, satu perempuan dibunuh setiap empat hari di Australia karena bentuk kekerasan ini.

Sejumlah pemimpin wilayah, negara bagian dan pemerintah federal hari Rabu melangsungkan pertemuan di Canberra untuk menemukan cara-cara yang cepat, efektif dan praktis untuk mengatasi kekerasan dalam keluarga dan penganiayaan perempuan.

Sebenarnya beragam langkah telah disepakati, termasuk rancangan program selama lima tahun yang bernilai US$650 juta untuk membantu perempuan-perempuan yang rentan dan tidak dapat mengakhiri hubungan yang kasar atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena kekurangan uang. Namun pemerintah federal mengatakan sedang mencari cara-cara lain, termasuk mengurangi paparan pada “pornografi kasar” dan melawan pandangan ekstrem laki-laki, yang kasar dan misoginis.

Pihak berwenang mengusulkan hukuman serius terhadap mereka yang membagikan materi seksual eksplisit yang menggunakan teknologi seperti kecerdasan buatan atau artificial intelligence AI. Pada awal Agustus nanti juga akan diperkenalkan undang-undang yang melarang penyebarluasan informasi secara online dengan tujuan berbahaya, suatu praktik penyalahgunaan yang dikenal sebagai doxing.

Perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan kepada wartawan bahwa seluruh wilayah hukum di Australia akan bekerjasama. “Ini memang krisis nasional. Ini tantangan nasional. Oleh karena itu kita akan menghadapinya dengan semangat persatuan nasional. Hari ini adalah soal siapa kita sebagai bangsa dan masyarakat. Kita tahu pemerintah harus mengambil tindakan, tetapi kita juga tahu bahwa ini isu yang dihadapi seluruh lapisan masyarakat,” sebutnya.

Ribuan orang menghadiri demonstrasi di kota-kota besar di seluruh Australia akhir pekan lalu. Mereka memprotes penikaman massal awal April lalu di Sydney yang menewaskan enam orang, termasuk lima perempuan yang dibunuh di sebuah pusat perbelanjaan.

Para demonstran tidak saja menuntut aturan hukum yang lebih tegas untuk melindungi perempuan, tetapi juga perubahan kultural terkait perlakuan dan sikap laki-laki terhadap perempuan.

Pakar hukum di University of New South Wales, Rosalind Dixon, mengatakan kepada ABC, menahan tersangka pelaku kekerasan dalam penjara sambil menunggu sidang pengadilan dan pemasangan alat pemantau bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan yang dibebaskan dari penjara, merupakan langkah positif.

“Ada banyak model dan preseden global; Prancis, Spanyol, Amerika, semua telah bereksperimen dalam isu ini. Ada banyak hal yang bisa dipelajari. Saya pikir kita harus melihat, pertama dan terutama, bagaimana kita dapat membatasi jaminan dan menambahkan pelacakan di samping memberi rasa keadilan dan perlindungan hak-hak sipil pada langkah-langkah tersebut, sebagai pelajaran dari luar Australia,” jelasnya.

Keprihatinan terhadap kekerasan berbasis gender di Australia bukan hal baru. Pada tahun 2021 muncul aksi demonstrasi di seluruh benua kangguru itu menentang pelecehan dan perilaku seksual tidak semestinya di parlemen federal, dan umumnya dalam masyarakat Australia. [em/jm]

Forum

XS
SM
MD
LG