Tautan-tautan Akses

Industri Karpet bagi Perempuan Tak Berpendidikan di Afghanistan


FILE - Gadis-gadis Afghanistan menenun karpet di pabrik karpet tradisional di Kabul, Afghanistan, Minggu, 5 Maret 2023. Setelah Taliban berkuasa di Afghanistan, banyak hak-hak dasar perempuan yang dirampas. (AP/Ebrahim Noroozi)
FILE - Gadis-gadis Afghanistan menenun karpet di pabrik karpet tradisional di Kabul, Afghanistan, Minggu, 5 Maret 2023. Setelah Taliban berkuasa di Afghanistan, banyak hak-hak dasar perempuan yang dirampas. (AP/Ebrahim Noroozi)

Di provinsi Jawzjan, Afghanistan, Marzia Rasooli, perempuan 38 tahun dan ibu dari lima anak, mengambil inisiatif menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 50 perempuan. Di negara ini, perempuan dilarang bersekolah atau bekerja, oleh pemerintah Taliban yang berkuasa.

Rasooli membuka sebuah pabrik karpet kecil, setelah salon kecantikannya ditutup oleh Taliban. Rezim ini telah memerintahkan seluruh salon kecantikan di negara tersebut tutup, terlepas dari keprihatinan PBB dan protes oleh warga yang jarang dilakukan, tahun lalu.

Langkah itu merupakan bagian dari tindakan keras kelompok Taliban, terhadap hak perempuan dan anak perempuan.

“Salah satu tujuan saya adalah menciptakan lapangan kerja bagi perempuan, yang telah dilarang dari pendidikan, mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan hanya duduk di rumah, perempuan yang miskin dan membutuhkan pekerjaan,” kata Rasooli.

FILE - Gadis-gadis Afghanistan menenun karpet di sebuah pabrik karpet tradisional di Kabul, Afghanistan, Senin, 6 Maret 2023. (AP/Ebrahim Noroozi)
FILE - Gadis-gadis Afghanistan menenun karpet di sebuah pabrik karpet tradisional di Kabul, Afghanistan, Senin, 6 Maret 2023. (AP/Ebrahim Noroozi)

Di pabrik karpet Naqshafareen, sejumlah perempuan duduk berjajar menenun karpet, sebagai mata pencaharian.

Salah satu dari mereka adalah Haleema Behzad, perempuan berumur 34 tahun yang baru berada di semester terakhir di universitas sebelum dilarang untuk melanjutkan kuliahnya.

“Ya, belajar secara daring, menjahit dan pabrik tenun karpet bisa menjadi pilihan bagi perempuan. Mereka bisa belajar dari rumah dan bekerja di pabrik semacam ini di luar rumah. Bisa saja menenun karpet, menjahit atau pekerjaan sejenis lainnya,” kata Behzad.

Industri Karpet bagi Perempuan tak Berpendidikan di Afghanistan
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:51 0:00

Sejak Taliban mengambil alih kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021, negara itu telah menjadi negara paling represif terhadap perempuan dan anak perempuan di dunia, merampas hampir semua hak dasar mereka. PBB mengatakan hal itu, dalam sebuah penilaian yang suram pada Hari Perempuan Internasional tahun lalu.

Pada Desember 2022, Taliban melarang mahasiswa perempuan berkuliah di universitas dalam sebuah dekrit terbaru yang menindas hak dan kebebasan perempuan.

Meskipun awalnya menjanjikan sebuah aturan hukum yang lebih moderat yang menghormati hak-hak perempuan dan minoritas, Taliban secara luas telah menerapkan pemahaman kaku mereka terhadap syariah Islam.

Taliban telah melarang anak-anak perempuan dari sekolah menengah dan sekolah atas, membatasi perempuan dari kebanyakan pekerjaan dan memerintahkan mereka untuk mengenakan pakaian yang menutup kepala hingga telapak kaki di area publik. Perempuan juga dilarang berada di taman dan sasana olahraga.

Selama beberapa abad, karpet tenun telah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kebudayaan Afghanistan. Saat ini, karpet tenun telah menjadi kesempatan bagi banyak perempuan yang dibatasi dari kebanyakan aktivitas publik.

Seorang perempuan Afghanistan menenun karpet di pabrik karpet tradisional di Kabul, Afghanistan, Senin, 6 Maret 2023. (AP/Ebrahim Noroozi)
Seorang perempuan Afghanistan menenun karpet di pabrik karpet tradisional di Kabul, Afghanistan, Senin, 6 Maret 2023. (AP/Ebrahim Noroozi)

“Perempuan bisa mendapatkan beberapa manfaat dari menenun karpet. Pertama, secara ekonomi, mereka bisa datang kesini pada Kamis dan Senin untuk bazar penjualan karpet. Mereka menerima lebih dari separuh harga karpet sebagai uang muka, yang memungkinkan mereka untuk membeli bahan makanan seperti tepung terigu, minyak goreng dan beras. Ini salah satu keuntungan. Mereka juga sibuk mencari rezeki yang halal,” kata Sakhi Tourdi, ketua asosiasi penjual karpet provinsi Jawzjan.

Karpet buatan tangan Afghanistan telah menerima pengakuan pada 2008, 2013 dan 2014 pada acara penghargaan internasional yang diadakan di Jerman setiap tahunnya.

Karena turunnya kunjungan wisatawan asing ke negara itu, karpet Afghanistan kini dijual dalam harga yang jauh lebih murah, yang memberikan lebih sedikit keuntungan bagi mereka yang bekerja di industri ini. [ns/uh]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG